Kamis, 07 April 2016

Applied linguistic for Language Learning and research

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di mana ada sekelompok manusia di situlah muncul suatu bahasa yang bukan hanya di gunakan dalam berkomunikasi antar warga masyarakat,tapi juga symbol peradaban dan social cultural masyaraat tersebut.Setiap bahasa memiliki keunikan baik dari segi fonologi,morfologi,sintaksis dan juga semantic.Untuk menggali lebih dalam keunikan- keunikan tersebut maka di perlukan pisau bedah yang bernama Linguistik
Dinamika dan perkembangan linguistik sangat pesat seiring dengan kemajuan dan peradaban masyarakat dunia. Kajian tentang bahasa tidak hanya meliputi satu aspek saja, tetapi telah meluas ke bidang atau aspek-aspek di luar bahasa yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalanm kehidupan manusia. Teori linguistik terapan merupakan cabang linguistik yang memusatkan perhatian pada teori umum dan metode-metode umum dalam penelitian bahasa. Cabang linguistik bisa terbagi atas fonologi, morfologi, sintaksis, dan Semantik. Oleh karena itu, linguistik terapan ini bisa diterapkan dalam segala bidang. Salah satunya adalah bidang pendidikan. Lebih tepatnya dalam hal pembelajaran bahasa. Dalam hal ini, perlu diadakannya pembahasan lebih mendalam tentang hubungan linguistiuk terapan dengan pembelajaran bahasa.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa linguistik terapan itu?
2. Apa saja obyek kajian linguistik terapan  itu?
3. Adakah hubungan antara linguistik terapan dengan pembelajaran bahasa?
C.    Tujuan
1. Agar kita dapat memahami apa linguistik terapan itu.
2. Agar kita dapat mengetahui objek kajian dalam linguistik terapan itu.
3. Agar kita dapat mengetahui hubungan linguistik terapaan dengan pembelajaran bahasa.

BAB II
PENGGUNAAN VARIASI BAHASA

A.    Pengertian Linguistik Terapan
Kata linguistik (linguistics-Inggris) berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Perancis “langage-langue”; Italia “lingua”; Spanyol “lengua” dan Inggris “language”. Akhiran “ics” dalam linguistics berfungsi untuk menunjukkan nama sebuah ilmu, yang berarti ilmu tentang bahasa, sebagaimana istilah economics, physics dan lain-lain.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan AS Hornby membagi kata linguidtics ke dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai kata sifat berarti “the study of language and languages”.
Sedangkan linguistics sebagai kata benda, berarti “the science of language; methods of learning and studying languages”. Dengan demikian, linguistik menurut AS Hornby berarti ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.
Sedangkan Kata Terapan/menerapkan, berpadanan dengan to apply, yang Artinya Memakai atau Menggunakan bisa juga dimaknai Menginjak, Mempergunakan, dan mengerahkan. Makna kata Applied = put to practical use. Dari kata applied lahir gabungan kata applied linguistic yang sepadan dengan linguistic terapan (ilmu lugah al-tatbiqy). Namun Ada pula ahli linguis yang tidak setuju dengan istilah itu, Spolsky lebih setuju dengan istilah educational linguistic (linguistic Pendidikan).[1]
Jadi bisa di simpulkan bahwa linguistik terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan oleh peneliti bahasa yang dipergunakan untuk meningkatkan keberhasilgunaan tugas-tugas praktis yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti.

B.     Sejarah Linguistik Terapan
Istilah linguistik terapan mengacu pada berbagai kegiatan yang melibatkan beberapa hal yang terkait dengan pemecahan masalah bahasa atau menangani beberapa kekhawatiran terkait bahasa. Ia seolah-olah diterapkan linguistik, setidaknya di Amerika Utara, pertama secara resmi diakui sebagai kursus independen di University of Michigan pada tahun 1946.
Selama akhir 1950-an dan awal 1960-an, penggunaan istilah ini secara bertahap diperluas dengan memasukkan apa yang kemudian dirujuk ke terjemahan otomatis. Pada tahun 1964 setelah dua tahun bekerja persiapan dibiayai oleh Dewan Eropa, Association Internationale de Linguistique Appliquée (Asosiasi Internasional Linguistik Terapan biasanya disebut oleh Perancis AILA singkatan) didirikan dan kongres internasional pertama yang diadakan di Nancy, Perancis.
Makalah untuk kongres itu diminta dalam dua alur pengajaran bahasa asing yang berbeda dan terjemahan otomatis. Selama bertahun-tahun, dengan fokus perhatian terus memperluas. pengurus AILA menggambarkan diterapkan linguistik “sebagai sarana untuk membantu memecahkan masalah-masalah tertentu dalam masyarakat.
Linguistik diterapkan berfokus pada berbagai daerah dan kompleks dalam masyarakat di mana bahasa memainkan peran Tampaknya terdapat konsensus bahwa tujuannya adalah untuk menerapkan temuan dan teknik dari penelitian dalam linguistik dan disiplin terkait untuk memecahkan masalah praktis.
Selain pengajaran bahasa asing dan terjemahan mesin, sampling sebagian isu-isu yang dianggap penting bagi bidang linguistik diterapkan saat ini termasuk topik-topik seperti bahasa untuk tujuan khusus (misalnya bahasa dan masalah komunikasi yang berkaitan dengan penerbangan, gangguan bahasa, hukum, kedokteran, ilmu ), kebijakan dan perencanaan bahasa, dan bahasa dan masalah keaksaraan.
Pada awalnya penelitian bahasa di Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum seberapa) dan di lembaga-lembaga pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif.
Perubahan baru terjadi, lebih tepat disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15 November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Anggotanya adalah para linguis yang kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Sesuai dengan fungsinya sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara maka bahasa Indonesia tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.[3]
C.    Objek Kajian Linguistik Terapan
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia, bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
Sementara itu, Ferdinand De Saussure (1857-1913), -seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai bapak linguistik modern- menegaskan bahwa objek linguistik mencakup “langage, langue dan parole”. Langage (Inggris; Linguistic disposition) adalah bahasa pada umumnya, seperti dalam ungkapan “manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak mempunyai bahasa”. Langue (Inggris; language) berarti bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan atau tuturan.
Sebenarnya kata Language dalam bahasa Inggris meliputi baik langage maupun langue dalam bahasa Perancis. Namun demikian, parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan objek yang sudah lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak.
Sebenarnya ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan linguistik terapan sebagai objek kajiannya, antara lain:
1)      Linguistik terapan atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure linguistik atau linguistik murni.
2)      Ilmu-ilmu tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam arti metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah kinesik dan paralinguistik. Kinesik adalah ilmu tentang gerak tubuh/kial/ body language, seperti anggukan kepala, isyarat tangan dan lain-lain. Paralinguistik adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada aktifitas-aktifitas tertentu yang mengiringi pengucapan bahasa, seperti desah nafas, decak, ketawa, batuk-batuk kecil, bentuk-bentuk tegun seperti ehm, anu, apa itu, apa ya dan lain sebagainya.
3)      Ilmu tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni ilmu yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan bahasa yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode linguistik dan lain-lain.
4)      Ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi yang mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke dua puluh dan lain-lain.
Dari keempat jenis ilmu tersebut di atas, maka hanya nomor (1) saja yang bisa disebut sebagai ilmu linguistik yang murni karena objeknya bahasa yang benar-benar bahasa, sedangkan objek keatiga ilmu lainnya bukanlah bahasa dalam pengertian sehari-hari .
Bahasa yang menjadi objek linguistik terapan dipelajari dari berbagai aspeknya atau tatarannya. Tataran bahasa itu meliputi aspek bunyi, morfem dan kata, frase dan kalimat serta aspek makna.
Cabang linguistik yang mempelajari aspek bunyi bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam morfologi. Tataran frase/kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna bahasa dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Berpijak pada apa yang telah dikemukakan oleh Ramelan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah bahasa.
Istilah bahasa memang sering disalahfahami oleh orang. Sebagian orang menganggap bahasa mencakup semua sarana yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi seperti tulisan, isyarat, gerakan tangan dan bibir yang digunakan oleh kelompok orang tuli dan bisu dan lain-lain.
Oleh karena itu perlu ada definisi yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam ilmu linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komuniasi yang dengannya pesan dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan alat komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya.
Sebagai contoh, dalam tulisan, medianya adalah simbol-simbol tertulis, dalam isyarat medianya adalah gerakan tubuh. Sedangkan dalam bahasa, media yang digunakan untuk berkomunikasi adalah bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat organ manusia.
Oleh karena itu, dalam perspektif ilmu linguistik, sistim atau alat komunikasi lain yang tidak menggunakan bunyi ujaran sebagai medianya tidak termasuk bidang kajian linguistik. Dari sini jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah sistim bunyi yang terartikulasi dan digunakan oleh manusia dalam komunikasi antar mereka.
Linguistik terapan menggunakan metode ilmiah seperti metode induktif dan deduktif dalam meneliti bahasa. Metode induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari hasil penelitian yang diambil dari observasi-observasi yang mendalam.
Sedangkan metode deduktif digunakan pada saat seorang linguis ingin menguji validitas atas teori atau hukum yang telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
Ciri ilmu yang terakhir adalah bahwa ilmu itu tidak bersifat statis tetapi dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai dengan keterbukaannya terhadap perubahan terutama jika ada data tambahan atau penemuan baru yang menolak teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang selalu tumbuh dan berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan baru.
Ini berarti mereka yang menyebut dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima kebenaran-kebenaran baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada. Ketika seorang linguis meneliti bahasa dan membuat kesimpulan atas penelitiannya, ia tidak boleh menganggap kesimpulannya sebagai kebenaran final. Apa yang benar pada saat tertentu belum tentu dianggap benar pada saat yang lain akibat adanya bukti atau data yang baru yang menggugurkannya.
Dengan demikian pencarian kebenaran ilmiah merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berhenti, dan inilah kekuatan sebuah ilmu yang akan selalu mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan.
D.    Hubungan Linguistik Terapan Dengan Pembelajaran Bahasa
Mengenai kaitan linguistik terapan dan pengajaran bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut: Analisis ilmiah atas berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa.
Perhatikan bagan berikut:
Bidang Ilmu
Tataran  Gramatikal
Fonologi
Fonem
Morfologi
Morfem
Sintaksis
Frasa
Klausa
Kalimat
Wacana
Alinea
Bagian /sejumlah alinea
Anak Bab
Karangan utuh

  1. Fonologi
Pengertian fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Fonologi terbadi dari dua bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik.
Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sedangkan fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
Istilah lain yang berkaitan dengan Fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal. fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.
Unluk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
- udara,
- artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
- itik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan.  Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .
  1. Morfologi
Morfologi merupakan salah satu studi linguistik yang mengkaji leksikon atau kata dalam suatu bahasa. Dalam morfologi, kata dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata lain dalam suatu kelompok (Uhlenbeck dalam Ekowardono, 1982: 54). Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa kajian morfologi memiliki kaitan dengan kajian sintaksis secara gramatikal. Dalam linguistik, studi morfologi akan mengkaji struktur internal kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu paradigma; sedangkan sintaksis berkaitan dengan fungsi-fungsi eksternal kata dan kaitannya dengan kata lain dalam kalimat (Matthews, 1974: 154). Secara gramatikal, 17 kata dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang akan diidentifikasikan tentang asal dan bentuknya dalam paradigma.
Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflexional morphology) dan pembentukan kata (derivational morphology). Morfologi infleksional membahas berbagai bentuk leksem-leksem , sedangkan morfologi derivasional (pembentukan kata) membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 2).
Infleksi berkaitan dengan kaidah-kaidah sintaktik yang dapat diramalkan (predictable), otomatis, sistematik, bersifat tetap atau konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal; sedangkan derivasi lebih bersifat tidak bisa diramalkan (berdasarkan kaidah sintaktik), tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat sporadis (optional), serta mengubah identitas leksikal (Katamba, 1994: 92-100). Sehubungan dengan infleksi dan derivasi, Booij (1988: 39) menyatakan bahwa afiks-afiks derivasional merupakan morfem terikat yang digabungkan dengan base untuk mengubah kelas katanya. Misalnya, kata teach yang merupakan verba, jika ditambahkan afiks derivasional –er maka akan menjadi nomina teacher. Ajektiva happy jika ditambahkan dengan akhiran –ly maka akan menjadi adverbia happily. Namun, ada pula jenis kata yang tidak berubah karena adanya afiks derivasional ini, misalnya pada kata like dan dislike yang merupakan verba, serta true dan untrue yang merupakan ajektiva.
Untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat infleksional atau derivasional, ada sejumlah cara yang dikemukakan oleh Bauer ( 1988: 12-13), antara lain yaitu: (1) Jika sebuah afiks mengubah bentuk kata dasarnya, afiks itu bersifat derivasional; sedangkan yang tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya biasanya merupakan afiks infleksional. Misalnya: Dirt (N) – dirty (Adj) → afiks derivasional Agree (V) – disagree (V) → afiks derivasional Indicate (V) – indicates (V) – indicated (V) → afiks infleksional (2) Afiks-afiks infleksional selalu menampakkan makna yang teratur (predictable), sedangkan makna-makna dari afiks-afiks derivasional tidak dapat diramalkan. Misalnya: Table (meja) – tables (meja-meja) → afiks infleksional Walk (berjalan) – walks (berjalan) – walking (berjalan) → afiks infleksional Short (pendek) – shortage (kekurangan) → afiks derivasional Boil (merebus) – boiler (dandang) → afiks derivasional (3) Apabila afiks infleksional dapat ditambahkan pada salah satu anggota dari sebuah kelas kata, maka afiks infleksional tersebut juga dapat ditambahkan pada semua anggota kelas yang lain; sedangkan afiks derivasional tidak dapat ditambahkan pada setiap anggota kelas. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa afiksafiks infleksional itu bersifat produktif, sedangkan afiks derivasional bersifat tidak produtif.
  1. Sintaksis
Crystal mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa (1980: 346). Pakar lain, Rusmadji (1993: 2), 20 memberi definisi sintaksis sebagai subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut. Sedangkan menurut Ramlan (1987: 29), kesalahan sintaksis adalah kesalahan yang menyangkut kalimat, klausa, dan frasa.
Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh James (1998: 96) yang mengatakan bahwa ―syntax errors are errors that affect phrase, clause, sentence, and paragraphs”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga hal utama yang dibahas dalam sintaksis, yaitu mengenai unit-unit bahasa dalam kalimat, klausa, dan frasa.
Berikut adalah penjelasan mengenai ketiga struktur tersebut. a. Kalimat Kalimat merupakan suatu bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang bukan merupakan bagian dari bentuk ketatabahasaan lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang menunjukkan berakhirnya bentuk tersebut (Parera, 1982: 14). Secara lebih rinci, Cook (dalam Ba‘dulu dan Herman, 2010: 49) menguraikan ciri-ciri kalimat sebagai berikut: a. Kalimat secara relatif dapat dipisahkan, dan korpus apa saja dapat direduksi menjadi kalimat; b. Kalimat mempunyai pola intonasi final, yang dapat membantu memisahkan kalimat; c. Kalimat terbentuk dari klausa. Klausa berkombinasi dalam suatu jenis ketergantungan terpola yang mencakup kombinasi klausa yang tidak mempunyai struktur menyeluruh dari suatu klausa tunggal. Secara garis besar, kalimat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kalimat inti dan kalimat turunan.
Kalimat inti adalah kalimat yang menjadi dasar bagi pembentukan kalimat-kalimat lainnya, sedangkan kalimat turunan adalah kalimat yang diturunkan dari kalimat inti. Karena kalimat inti merupakan dasar bagi pembentukan kalimatkalimat lain, maka analisis kalimat didasarkan pada Pola Dasar Kalimat Inti (PDKI) tersebut. Di dalam bahasa Inggris, terdapat lima bentuk PDKI yang dikemukakan oleh Parera (2009: 28) sebagai berikut.

PDKI di atas dapat diperluas pada tataran frasa dan klausanya. Perluasan frasa pada PDKI misalnya yaitu:
(6) S: NP + VP
The brave soldier ran quickly.
(7) NP + VP + NP
The man in the gray coat drove the car.
Sedangkan untuk perluasan klausa pada PDKI, akan terdapat PDKI baru yang masih menggantung pada salah satu unsur pokok PDKI. Misalnya yaitu:
(8) np + vp + np + NP + VP
before he finished the lesson, the bell rang.
Karena ada kata before, maka PDKI he finished the lesson merupakan klausa yang tergantung (dependent clause) dari PDKI the bell rang.
Selain pada kalimat inti, PDKI tersebut dapat diturunkan pada kalimat turunan. Kalimat turunan yang terdapat dalam data penelitian yaitu kalimat negatif dan kalimat pasif. Tipe pernyataan positif pada PDKI yang dibahas sebelumnya secara sistematik dapat dihubungkan dengan bentuk pernyataan ingkar (negatif) dengan rumus sebagai berikut.
(9) S: NP + VP → S: NP + do (dalam segala bentuk morfologi dan morfofonemiknya) + not + Vinf + (NP)
They buy a new car → They do not buy a new car.
He buys a new car → We does not buy a new car.
We bought a new car → We did not buy a new car.
Selain kalimat negatif, PDKI aktif dapat dinyatakan pula pada bentuk kalimat derivasi pasif sebagai berikut.
(10) S: N1 + V + NP → N2 + Aux + V3 + by + N1
They buy a new car. → A new car is bought by them.
  1. Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas subjek dan predikat tanpa adanya intonasi final (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 55). Sebagai unsur kalimat, klausa tidak selalu berdiri sendiri tetapi dapat berkombinasi dengan klausa lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa satu kalimat dapat terdiri atas satu atau lebih klausa.
Yang dimaksud dengan subjek yaitu bagian dari klausa yang berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara, sedangkan yang dimaksud dengan predikat yaitu bagian dari klausa yang menandai apa yang dikerjakan oleh subjek. Dalam bahasa Inggris, predikat tersebut berbentuk verba. Verba tersebut dapat berupa verba transitif dan verba intransitif. Klausa yang mengandung verba transitif dapat diubah menjadi bentuk klausa pasif.
Berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat, klausa dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang berpotensi untuk menjadi kalimat inti, sedangkan klausa terikat adalah klausa yang tidak berpotensi untuk menjadi kalimat inti.
Selain potensi, klausa juga dibedakan berdasarkan tatarannya dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dibedakan menjadi klausa atasan (main clause) dan klausa bawahan (subordinate clause). Klausa atasan merupakan klausa yang tidak menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat, sedangkan klausa bawahan merupakan klausa yang menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat.
  1. Frasa
Sebagai suatu fungsi, frasa merupakan satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemandu kalimat (Samsuri, 1985: 93), sedangkan sebagai suatu bentuk, frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang tidak memiliki predikat (Kridalaksana, 1984: 162). Secara sederhana, dapat dikatakan pula bahwa frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih, dan frasa tersebut terdapat dalam satu fungsi, yaitu sebagai subjek saja, predikat saja, objek saja, dan sebagainya.
Berdasarkan jenis kata yang menjadi unsur intinya, frasa dibedakan menjadi frasa nomina, frasa verba, frasa ajektiva, frasa adverbia, frasa preposisi, frasa numeralia, dan frasa pronomina (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 59). Dalam bahasa Inggris, sebagaimana terlihat pada PDKI yang telah dibahas sebelumnya, terlihat bahwa perluasan frasa, terutama frasa nomina, dalam bahasa Inggris bergerak ke kiri, atau dengan kata lain, unsur pusat dalam suatu frasa digeser ke belakang. Bandingkan frasa nomina dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berikut ini.

Hasil pembahasan akademik dan hasil penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer menjadi dalil-dalil pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui kegiatan pendidikan bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran sebagai dua kutub, maka antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat melayani keduanya dengan sebaik-baiknya.
Sarana pelayanan itu adalah suatu disiplin baru yang disebut linguistik terapan. Bagi kepentingan pengajaran bahasa, linguistik terapan tersebut memusatkan perhatiannya pada:[4]
1)      Butir-butir teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
2)      berbagai kemungkinan dan alternatif untuk memandu pelaksanaan pengajaran bahasa. Kemungkinan dan alternatif itu diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam linguistik.
Secara lebih transparan, Ramelan menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara lain:
1)      Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
2)      Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara mempresentasikan.
Selanjutnya Ramelan menyatakan, jika para linguis struktural percaya akan sumbangan linguistik terhadap pengajaran bahasa, maka linguis transformsional tidak pernah mengklaim demikian.
Menurut yang terakhir, linguistik adalah suatu ilmu yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori mereka tentang bahasa dapat diterapkan pada pengajaran bahasa.
Ini mungkin tidak dapat dilepaskan dari sikap Chomsky sendiri (tokoh transformasional), bahkan dia pernah menyatakan dalam suatu konferensi guru-guru bahasa, bahwa seorang linguis tidak pernah bermaksud menyibukkan dirinya dalam persoalan-persoalan pengajaran bahasa (linguists never intended to address themselves to the problem of teaching a language).
Meskipun demikian, banyak penganut tranformasional yang percaya bahwa aspek kreatif bahasa yang ada pada diri seseorang (salah satu tinjauan aliran ini) dapat diterapkan pada pengajaran bahasa, misalnya dengan melatih siswa untuk menciptakan dan menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa yang sedang mereka pelajari.
Sementara kesepakatan linguis struktural tentang peranan linguistik terhadap pengajaran bahasa, juga tidak terlepas dari sikap Bloomfield. Disamping dia seorang linguis, dia juga seorang yang ahli di bidang pengajaran bahasa.
Hal ini ditunjukkan dari perhatiannya yang besar terhadap pengajaran bahasa-bahasa modern. Bahkan dia sangat mengkritik penggunaan metode tata bahasa terjemahan (grammar-translation method). Menurutnya tujuan utama pengajaran bahasa asing harus didasarkan pada penguasaan oral bahasa tersebut. Dari sini lahir suatu pendekatan yang terkenal dengan “Oral-Aural Approach”.

BAB III
PENUTUP

  1. A.    KESIMPULAN
Bisa di simpulkan bahwa linguistik terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan oleh peneliti bahasa yang dipergunakan untuk meningkatkan keberhasilgunaan tugas-tugas praktis yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti.
objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia, bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a natural language.
Bagi kepentingan pengajaran bahasa, linguistik terapan tersebut memusatkan perhatiannya pada:
1)      Butir-butir teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
2)      Berbagai kemungkinan dan alternatif untuk memandu pelaksanaan pengajaran bahasa. Kemungkinan dan alternatif  tsb diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam linguistik.
Ramelan menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara lain:
1)      Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
2)      Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara mempresentasikan nya.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa       Bandung.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
De Saussure, Ferdinand. 1973/1988. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan.
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[1] Alwasilah, A.Chaedar. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung, 1993.
[2] De Saussure, Ferdinand. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan, 1973/1988.
[3] Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
[4] Verharr, J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Du" Petter Maffay-tabulation song