BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di mana ada sekelompok manusia di
situlah muncul suatu bahasa yang bukan hanya di gunakan dalam berkomunikasi
antar warga masyarakat,tapi juga symbol peradaban dan social cultural masyaraat
tersebut.Setiap bahasa memiliki keunikan baik dari segi
fonologi,morfologi,sintaksis dan juga semantic.Untuk menggali lebih dalam
keunikan- keunikan tersebut maka di perlukan pisau bedah yang bernama Linguistik
.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa linguistik terapan itu?
2. Apa saja obyek kajian linguistik terapan itu?
3. Adakah hubungan antara linguistik terapan dengan
pembelajaran bahasa?
C. Tujuan
1. Agar kita dapat memahami apa linguistik terapan itu.
2. Agar kita dapat mengetahui objek kajian dalam linguistik
terapan itu.
3. Agar kita dapat mengetahui
hubungan linguistik terapaan dengan pembelajaran bahasa.
BAB II
PENGGUNAAN VARIASI BAHASA
A. Pengertian Linguistik
Terapan
Kata linguistik (linguistics-Inggris)
berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Perancis
“langage-langue”; Italia “lingua”; Spanyol “lengua” dan Inggris “language”.
Akhiran “ics” dalam linguistics berfungsi untuk menunjukkan nama sebuah ilmu,
yang berarti ilmu tentang bahasa, sebagaimana istilah economics, physics dan
lain-lain.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan AS Hornby membagi kata linguidtics ke dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai kata sifat berarti “the study of language and languages”.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistik adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan AS Hornby membagi kata linguidtics ke dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai kata sifat berarti “the study of language and languages”.
Sedangkan linguistics sebagai kata benda, berarti “the
science of language; methods of learning and studying languages”. Dengan
demikian, linguistik menurut AS Hornby berarti ilmu bahasa atau metode
mempelajari bahasa.
Sedangkan Kata Terapan/menerapkan,
berpadanan dengan to apply, yang Artinya Memakai atau Menggunakan bisa juga
dimaknai Menginjak, Mempergunakan, dan mengerahkan. Makna kata Applied = put to
practical use. Dari kata applied lahir gabungan kata applied linguistic yang
sepadan dengan linguistic terapan (ilmu lugah al-tatbiqy). Namun Ada pula ahli
linguis yang tidak setuju dengan istilah itu, Spolsky lebih setuju dengan
istilah educational linguistic (linguistic Pendidikan).[1]
Jadi bisa di simpulkan bahwa
linguistik terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang
dihasilkan oleh peneliti bahasa yang dipergunakan untuk meningkatkan
keberhasilgunaan tugas-tugas praktis yang menggunakan bahasa sebagai komponen
inti.
B. Sejarah
Linguistik Terapan
Istilah linguistik terapan mengacu
pada berbagai kegiatan yang melibatkan beberapa hal yang terkait dengan
pemecahan masalah bahasa atau menangani beberapa kekhawatiran terkait bahasa.
Ia seolah-olah diterapkan linguistik, setidaknya di Amerika Utara, pertama
secara resmi diakui sebagai kursus independen di University of Michigan pada
tahun 1946.
Selama akhir 1950-an dan awal
1960-an, penggunaan istilah ini secara bertahap diperluas dengan memasukkan apa
yang kemudian dirujuk ke terjemahan otomatis. Pada tahun 1964 setelah dua tahun
bekerja persiapan dibiayai oleh Dewan Eropa, Association Internationale de
Linguistique Appliquée (Asosiasi Internasional Linguistik Terapan biasanya
disebut oleh Perancis AILA singkatan) didirikan dan kongres internasional
pertama yang diadakan di Nancy, Perancis.
Makalah untuk kongres itu diminta
dalam dua alur pengajaran bahasa asing yang berbeda dan terjemahan otomatis.
Selama bertahun-tahun, dengan fokus perhatian terus memperluas. pengurus AILA
menggambarkan diterapkan linguistik “sebagai sarana untuk membantu memecahkan masalah-masalah
tertentu dalam masyarakat.
Linguistik diterapkan berfokus pada
berbagai daerah dan kompleks dalam masyarakat di mana bahasa memainkan peran
Tampaknya terdapat konsensus bahwa tujuannya adalah untuk menerapkan temuan dan
teknik dari penelitian dalam linguistik dan disiplin terkait untuk memecahkan
masalah praktis.
Selain pengajaran bahasa asing dan
terjemahan mesin, sampling sebagian isu-isu yang dianggap penting bagi bidang
linguistik diterapkan saat ini termasuk topik-topik seperti bahasa untuk tujuan
khusus (misalnya bahasa dan masalah komunikasi yang berkaitan dengan
penerbangan, gangguan bahasa, hukum, kedokteran, ilmu ), kebijakan dan
perencanaan bahasa, dan bahasa dan masalah keaksaraan.
Pada awalnya penelitian bahasa di
Indonesia dilakukan oleh para ahli Belanda dan Eropa lainnya, dengan tujuan
untuk kepentingan pemerintahan kolonial. Pendidikan formal linguistik di
fakultas sastra (yang jumlahnya juga belum seberapa) dan di lembaga-lembaga
pendidikan guru sampai akhir tahun lima puluhan masih terpaku pada
konsep-konsep tata bahasa tradisional yang sangat bersifat normatif.
Perubahan baru terjadi, lebih tepat
disebut perkenalan dengan konsep-konsep linguistik modern. Pada tanggal 15
November 1975, atas prakarsa sejumlah linguis senior berdirilah organisasi
kelinguistikan yang diberi nama Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI).
Anggotanya adalah para linguis yang
kebanyakan bertugas sebagai pengajar di perguruan tinggi negeri atau swasta dan
di lembaga-lembaga penelitian kebahasaan. Sesuai dengan fungsinya sebagai
bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa negara maka bahasa Indonesia
tampaknya menduduki tempat sentral dalam kajian linguistik dewasa ini, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.[3]
C. Objek Kajian Linguistik Terapan
Sebagaimana telah disinggung di atas,
bahwa objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa
manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran
sebagai medianya; bahasa keseharian manusia, bahasa yang dipakai sehari-hari
oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris
disebut dengan an ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa
lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa
tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa
tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
Sementara itu, Ferdinand De Saussure
(1857-1913), -seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai
bapak linguistik modern- menegaskan bahwa objek linguistik mencakup “langage,
langue dan parole”. Langage (Inggris; Linguistic disposition) adalah bahasa
pada umumnya, seperti dalam ungkapan “manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan
tidak mempunyai bahasa”. Langue (Inggris; language) berarti bahasa tertentu
seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan
parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan atau tuturan.
Sebenarnya kata Language dalam bahasa
Inggris meliputi baik langage maupun langue dalam bahasa Perancis. Namun
demikian, parole merupakan objek kongkrit linguistik, langue merupakan objek
yang sudah lebih abstrak, sedangkan langage merupakan objek yang paling
abstrak.
Sebenarnya ada beberapa ilmu yang
berhubungan dengan linguistik terapan sebagai objek kajiannya, antara lain:
1)
Linguistik terapan atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal ini
bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure linguistik atau
linguistik murni.
2)
Ilmu-ilmu tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam
arti metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah kinesik
dan paralinguistik. Kinesik adalah ilmu tentang gerak tubuh/kial/ body
language, seperti anggukan kepala, isyarat tangan dan lain-lain. Paralinguistik
adalah ilmu yang memusatkan perhatiannya pada aktifitas-aktifitas tertentu yang
mengiringi pengucapan bahasa, seperti desah nafas, decak, ketawa, batuk-batuk
kecil, bentuk-bentuk tegun seperti ehm, anu, apa itu, apa ya dan lain
sebagainya.
3) Ilmu
tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni ilmu
yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan bahasa
yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode linguistik
dan lain-lain.
4)
Ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi
yang mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi
tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke dua
puluh dan lain-lain.
Dari keempat jenis ilmu tersebut di
atas, maka hanya nomor (1) saja yang bisa disebut sebagai ilmu linguistik yang
murni karena objeknya bahasa yang benar-benar bahasa, sedangkan objek keatiga
ilmu lainnya bukanlah bahasa dalam pengertian sehari-hari .
Bahasa yang menjadi objek linguistik terapan dipelajari dari
berbagai aspeknya atau tatarannya. Tataran bahasa itu meliputi aspek bunyi,
morfem dan kata, frase dan kalimat serta aspek makna.
Cabang linguistik yang mempelajari
aspek bunyi bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam
morfologi. Tataran frase/kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna
bahasa dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri dari fonologi,
morfologi, sintaksis dan semantik. Berpijak pada apa yang telah dikemukakan
oleh Ramelan tersebut di atas, maka jelaslah bahwa objek kajian linguistik
adalah bahasa.
Istilah bahasa memang sering
disalahfahami oleh orang. Sebagian orang menganggap bahasa mencakup semua
sarana yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi seperti tulisan, isyarat,
gerakan tangan dan bibir yang digunakan oleh kelompok orang tuli dan bisu dan
lain-lain.
Oleh karena itu perlu ada definisi
yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam ilmu
linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komuniasi yang dengannya pesan
dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan alat
komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya.
Sebagai contoh, dalam tulisan,
medianya adalah simbol-simbol tertulis, dalam isyarat medianya adalah gerakan
tubuh. Sedangkan dalam bahasa, media yang digunakan untuk berkomunikasi adalah
bunyi-bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat organ manusia.
Oleh karena itu, dalam perspektif
ilmu linguistik, sistim atau alat komunikasi lain yang tidak menggunakan bunyi
ujaran sebagai medianya tidak termasuk bidang kajian linguistik. Dari sini
jelaslah bahwa objek kajian linguistik adalah sistim bunyi yang terartikulasi
dan digunakan oleh manusia dalam komunikasi antar mereka.
Linguistik terapan menggunakan metode
ilmiah seperti metode induktif dan deduktif dalam meneliti bahasa. Metode
induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari hasil penelitian yang
diambil dari observasi-observasi yang mendalam.
Sedangkan metode deduktif digunakan
pada saat seorang linguis ingin menguji validitas atas teori atau hukum yang
telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
Ciri ilmu yang terakhir adalah bahwa
ilmu itu tidak bersifat statis tetapi dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai
dengan keterbukaannya terhadap perubahan terutama jika ada data tambahan atau
penemuan baru yang menolak teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang
selalu tumbuh dan berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan baru.
Ini berarti mereka yang menyebut
dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima
kebenaran-kebenaran baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada. Ketika
seorang linguis meneliti bahasa dan membuat kesimpulan atas penelitiannya, ia
tidak boleh menganggap kesimpulannya sebagai kebenaran final. Apa yang benar
pada saat tertentu belum tentu dianggap benar pada saat yang lain akibat adanya
bukti atau data yang baru yang menggugurkannya.
Dengan demikian pencarian kebenaran
ilmiah merupakan suatu proses yang tidak akan pernah berhenti, dan inilah
kekuatan sebuah ilmu yang akan selalu mengikuti perkembangan zaman dan
kemajuan.
D. Hubungan Linguistik Terapan Dengan
Pembelajaran Bahasa
Mengenai kaitan linguistik terapan
dan pengajaran bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut: Analisis ilmiah
atas berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan
sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa.
Perhatikan bagan berikut:
Bidang Ilmu
|
Tataran Gramatikal
|
Fonologi
|
Fonem
|
Morfologi
|
Morfem
|
Sintaksis
|
Frasa
|
Klausa
|
|
Kalimat
|
|
Wacana
|
Alinea
|
Bagian /sejumlah alinea
|
|
Anak Bab
|
|
Karangan utuh
|
- Fonologi
Pengertian fonologi adalah bagian
tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum.
Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang
berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata
bunyi. Fonologi terbadi dari dua bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik.
Fonetik adalah bagian fonologi yang
mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa
diproduksi oleh alat ucap manusia. Sedangkan fonemik adalah bagian fonologi
yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
Istilah lain yang berkaitan dengan
Fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal. fona adalah bunyi ujaran
yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti, sedang fonem
ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena
pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem
dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.
Unluk menghasilkan suatu bunyi atau
fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
- udara,
- artikulator atau bagian alat ucap
yang bergerak, dan
- itik artikulasi atau bagian alat
ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
Vokal adalah fonem yang dihasilkan
dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan
menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan
rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan
atau perubahan posisi artikulator .
- Morfologi
Morfologi merupakan salah satu studi
linguistik yang mengkaji leksikon atau kata dalam suatu bahasa. Dalam
morfologi, kata dipandang sebagai satuan-satuan padu bentuk dan makna yang
memperlihatkan aspek valensi sintaksis, yakni kemungkinan-kemungkinan yang
dimiliki kata untuk berkombinasi dengan kata lain dalam suatu kelompok
(Uhlenbeck dalam Ekowardono, 1982: 54). Dari pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa kajian morfologi memiliki kaitan dengan kajian sintaksis secara
gramatikal. Dalam linguistik, studi morfologi akan mengkaji struktur internal
kata dalam kaitannya dengan kata lain dalam suatu paradigma; sedangkan
sintaksis berkaitan dengan fungsi-fungsi eksternal kata dan kaitannya dengan
kata lain dalam kalimat (Matthews, 1974: 154). Secara gramatikal, 17 kata
dipahami sebagai unsur terkecil bahasa yang akan diidentifikasikan tentang asal
dan bentuknya dalam paradigma.
Morfologi pada umumnya dibagi ke
dalam dua dua bidang, yaitu morfologi infleksional (inflexional morphology) dan
pembentukan kata (derivational morphology). Morfologi infleksional membahas
berbagai bentuk leksem-leksem , sedangkan morfologi derivasional (pembentukan kata)
membahas leksem-leksem baru dari basis tertentu (Ba‘dulu dan Herman, 2010: 2).
Infleksi berkaitan dengan
kaidah-kaidah sintaktik yang dapat diramalkan (predictable), otomatis,
sistematik, bersifat tetap atau konsisten, dan tidak mengubah identitas leksikal;
sedangkan derivasi lebih bersifat tidak bisa diramalkan (berdasarkan kaidah
sintaktik), tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat sporadis (optional),
serta mengubah identitas leksikal (Katamba, 1994: 92-100). Sehubungan dengan
infleksi dan derivasi, Booij (1988: 39) menyatakan bahwa afiks-afiks
derivasional merupakan morfem terikat yang digabungkan dengan base untuk
mengubah kelas katanya. Misalnya, kata teach
yang merupakan verba, jika ditambahkan afiks derivasional –er maka akan menjadi
nomina teacher. Ajektiva happy jika ditambahkan dengan akhiran
–ly maka akan menjadi adverbia happily.
Namun, ada pula jenis kata yang tidak berubah karena adanya afiks derivasional
ini, misalnya pada kata like dan dislike yang merupakan verba, serta true dan untrue yang merupakan ajektiva.
Untuk mengetahui apakah sebuah afiks
bersifat infleksional atau derivasional, ada sejumlah cara yang dikemukakan
oleh Bauer ( 1988: 12-13), antara lain yaitu: (1) Jika sebuah afiks mengubah
bentuk kata dasarnya, afiks itu bersifat derivasional; sedangkan yang tidak
mengubah kelas kata bentuk dasarnya biasanya merupakan afiks infleksional.
Misalnya: Dirt (N) – dirty (Adj) → afiks derivasional Agree (V) – disagree (V) → afiks derivasional Indicate (V) – indicates
(V) – indicated (V) → afiks
infleksional (2) Afiks-afiks infleksional selalu menampakkan makna yang teratur
(predictable), sedangkan makna-makna
dari afiks-afiks derivasional tidak dapat diramalkan. Misalnya: Table (meja) – tables (meja-meja) → afiks infleksional Walk (berjalan) – walks
(berjalan) – walking (berjalan) →
afiks infleksional Short (pendek) – shortage (kekurangan) → afiks
derivasional Boil (merebus) – boiler (dandang) → afiks derivasional
(3) Apabila afiks infleksional dapat ditambahkan pada salah satu anggota dari
sebuah kelas kata, maka afiks infleksional tersebut juga dapat ditambahkan pada
semua anggota kelas yang lain; sedangkan afiks derivasional tidak dapat
ditambahkan pada setiap anggota kelas. Dengan demikian, dapat ditentukan bahwa
afiksafiks infleksional itu bersifat produktif, sedangkan afiks derivasional
bersifat tidak produtif.
- Sintaksis
Crystal mendefinisikan sintaksis
sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata
dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa (1980: 346). Pakar
lain, Rusmadji (1993: 2), 20 memberi definisi sintaksis sebagai subsistem tata
bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu
frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis
tersebut. Sedangkan menurut Ramlan (1987: 29), kesalahan sintaksis adalah
kesalahan yang menyangkut kalimat, klausa, dan frasa.
Pendapat yang serupa juga dikemukakan
oleh James (1998: 96) yang mengatakan bahwa ―syntax errors are errors that affect phrase, clause, sentence, and
paragraphs”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga hal utama yang dibahas dalam sintaksis, yaitu mengenai
unit-unit bahasa dalam kalimat, klausa, dan frasa.
Berikut adalah penjelasan mengenai
ketiga struktur tersebut. a. Kalimat Kalimat merupakan suatu bentuk
ketatabahasaan yang maksimal yang bukan merupakan bagian dari bentuk
ketatabahasaan lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yang
menunjukkan berakhirnya bentuk tersebut (Parera, 1982: 14). Secara lebih rinci,
Cook (dalam Ba‘dulu dan Herman, 2010: 49) menguraikan ciri-ciri kalimat sebagai
berikut: a. Kalimat secara relatif dapat dipisahkan, dan korpus apa saja dapat
direduksi menjadi kalimat; b. Kalimat mempunyai pola intonasi final, yang dapat
membantu memisahkan kalimat; c. Kalimat terbentuk dari klausa. Klausa
berkombinasi dalam suatu jenis ketergantungan terpola yang mencakup kombinasi
klausa yang tidak mempunyai struktur menyeluruh dari suatu klausa tunggal.
Secara garis besar, kalimat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kalimat inti
dan kalimat turunan.
Kalimat inti adalah kalimat yang
menjadi dasar bagi pembentukan kalimat-kalimat lainnya, sedangkan kalimat
turunan adalah kalimat yang diturunkan dari kalimat inti. Karena kalimat inti
merupakan dasar bagi pembentukan kalimatkalimat lain, maka analisis kalimat
didasarkan pada Pola Dasar Kalimat Inti (PDKI) tersebut. Di dalam bahasa
Inggris, terdapat lima bentuk PDKI yang dikemukakan oleh Parera (2009: 28)
sebagai berikut.

PDKI di atas dapat diperluas pada
tataran frasa dan klausanya. Perluasan frasa pada PDKI misalnya yaitu:
(6) S: NP + VP
The brave soldier ran quickly.
(7) NP + VP + NP
The man in the gray coat drove the
car.
Sedangkan untuk perluasan klausa pada
PDKI, akan terdapat PDKI baru yang masih menggantung pada salah satu unsur
pokok PDKI. Misalnya yaitu:
(8) np + vp + np + NP + VP
before he finished the lesson, the
bell rang.
Karena ada kata before, maka
PDKI he finished the lesson merupakan klausa yang tergantung (dependent
clause) dari PDKI the bell rang.
Selain pada kalimat inti, PDKI
tersebut dapat diturunkan pada kalimat turunan. Kalimat turunan yang terdapat
dalam data penelitian yaitu kalimat negatif dan kalimat pasif. Tipe pernyataan
positif pada PDKI yang dibahas sebelumnya secara sistematik dapat dihubungkan
dengan bentuk pernyataan ingkar (negatif) dengan rumus sebagai berikut.
(9) S: NP + VP → S: NP + do (dalam
segala bentuk morfologi dan morfofonemiknya) + not + Vinf + (NP)
They buy a new car → They do not buy a
new car.
He buys a new car → We does not buy a
new car.
We bought a new car → We did not buy a
new car.
Selain kalimat negatif, PDKI aktif
dapat dinyatakan pula pada bentuk kalimat derivasi pasif sebagai berikut.
(10) S: N1 + V + NP → N2 + Aux + V3 +
by + N1
They buy a new car. → A new car is
bought by them.
- Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal
yang terdiri atas subjek dan predikat tanpa adanya intonasi final (Ba‘dulu dan
Herman, 2010: 55). Sebagai unsur kalimat, klausa tidak selalu berdiri sendiri
tetapi dapat berkombinasi dengan klausa lain. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa satu kalimat dapat terdiri atas satu atau lebih klausa.
Yang dimaksud dengan subjek yaitu
bagian dari klausa yang berwujud nomina atau frasa nomina yang menandai apa
yang dinyatakan oleh pembicara, sedangkan yang dimaksud dengan predikat yaitu
bagian dari klausa yang menandai apa yang dikerjakan oleh subjek. Dalam bahasa
Inggris, predikat tersebut berbentuk verba. Verba tersebut dapat berupa verba
transitif dan verba intransitif. Klausa yang mengandung verba transitif dapat
diubah menjadi bentuk klausa pasif.
Berdasarkan potensinya untuk menjadi
kalimat, klausa dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas
adalah klausa yang berpotensi untuk menjadi kalimat inti, sedangkan klausa
terikat adalah klausa yang tidak berpotensi untuk menjadi kalimat inti.
Selain potensi, klausa juga dibedakan
berdasarkan tatarannya dalam kalimat. Berdasarkan tatarannya dalam kalimat,
klausa dibedakan menjadi klausa atasan (main clause) dan klausa bawahan
(subordinate clause). Klausa atasan merupakan klausa yang tidak menjadi
unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat, sedangkan klausa bawahan merupakan
klausa yang menjadi unsur dari klausa lain dalam suatu kalimat.
- Frasa
Sebagai suatu fungsi, frasa merupakan
satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemandu kalimat (Samsuri, 1985: 93),
sedangkan sebagai suatu bentuk, frasa merupakan satuan gramatikal yang berupa
gabungan kata yang tidak memiliki predikat (Kridalaksana, 1984: 162). Secara
sederhana, dapat dikatakan pula bahwa frasa merupakan satuan gramatikal yang
terdiri atas dua kata atau lebih, dan frasa tersebut terdapat dalam satu
fungsi, yaitu sebagai subjek saja, predikat saja, objek saja, dan sebagainya.
Berdasarkan jenis kata yang menjadi
unsur intinya, frasa dibedakan menjadi frasa nomina, frasa verba, frasa
ajektiva, frasa adverbia, frasa preposisi, frasa numeralia, dan frasa pronomina
(Ba‘dulu dan Herman, 2010: 59). Dalam bahasa Inggris, sebagaimana terlihat pada
PDKI yang telah dibahas sebelumnya, terlihat bahwa perluasan frasa, terutama
frasa nomina, dalam bahasa Inggris bergerak ke kiri, atau dengan kata lain,
unsur pusat dalam suatu frasa digeser ke belakang. Bandingkan frasa nomina
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berikut ini.

Hasil pembahasan akademik dan hasil
penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer menjadi dalil-dalil
pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui kegiatan pendidikan
bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran sebagai dua kutub, maka
antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat melayani keduanya
dengan sebaik-baiknya.
Sarana pelayanan itu adalah suatu
disiplin baru yang disebut linguistik terapan. Bagi kepentingan pengajaran
bahasa, linguistik terapan tersebut memusatkan perhatiannya pada:[4]
1)
Butir-butir teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
2)
berbagai kemungkinan dan alternatif untuk memandu pelaksanaan pengajaran
bahasa. Kemungkinan dan alternatif itu diupayakan agar seiring dan sejalan
dengan butir teoritik dalam linguistik.
Secara lebih transparan, Ramelan menjelaskan tentang kegunaan
linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara lain:
1)
Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk
didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
2)
Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang
didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara
mempresentasikan.
Selanjutnya Ramelan menyatakan, jika
para linguis struktural percaya akan sumbangan linguistik terhadap pengajaran
bahasa, maka linguis transformsional tidak pernah mengklaim demikian.
Menurut yang terakhir, linguistik
adalah suatu ilmu yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat
komunikasi yang digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori
mereka tentang bahasa dapat diterapkan pada pengajaran bahasa.
Ini mungkin tidak dapat dilepaskan
dari sikap Chomsky sendiri (tokoh transformasional), bahkan dia pernah
menyatakan dalam suatu konferensi guru-guru bahasa, bahwa seorang linguis tidak
pernah bermaksud menyibukkan dirinya dalam persoalan-persoalan pengajaran
bahasa (linguists never intended to address themselves to the problem of
teaching a language).
Meskipun demikian, banyak penganut
tranformasional yang percaya bahwa aspek kreatif bahasa yang ada pada diri
seseorang (salah satu tinjauan aliran ini) dapat diterapkan pada pengajaran
bahasa, misalnya dengan melatih siswa untuk menciptakan dan menghasilkan
kalimat-kalimat dalam bahasa yang sedang mereka pelajari.
Sementara kesepakatan linguis
struktural tentang peranan linguistik terhadap pengajaran bahasa, juga tidak
terlepas dari sikap Bloomfield. Disamping dia seorang linguis, dia juga seorang
yang ahli di bidang pengajaran bahasa.
Hal ini ditunjukkan dari perhatiannya
yang besar terhadap pengajaran bahasa-bahasa modern. Bahkan dia sangat
mengkritik penggunaan metode tata bahasa terjemahan (grammar-translation
method). Menurutnya tujuan utama pengajaran bahasa asing harus didasarkan pada
penguasaan oral bahasa tersebut. Dari sini lahir suatu pendekatan yang terkenal
dengan “Oral-Aural Approach”.
BAB III
PENUTUP
- A. KESIMPULAN
Bisa di simpulkan bahwa linguistik
terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentang alamiah bahasa yang dihasilkan
oleh peneliti bahasa yang dipergunakan untuk meningkatkan keberhasilgunaan
tugas-tugas praktis yang menggunakan bahasa sebagai komponen inti.
objek kajian linguistik terapan tidak
lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim
komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia,
bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat
tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a
natural language.
Bagi kepentingan pengajaran bahasa, linguistik terapan
tersebut memusatkan perhatiannya pada:
1) Butir-butir teoritik yang
mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
2)
Berbagai kemungkinan dan alternatif untuk memandu pelaksanaan pengajaran bahasa.
Kemungkinan dan alternatif tsb
diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam linguistik.
Ramelan menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap
pengajaran bahasa, antara lain:
1)
Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk
didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
2)
Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang
didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara mempresentasikan
nya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. 1993. Linguistik Suatu
Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
De Saussure, Ferdinand. 1973/1988. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan.
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
De Saussure, Ferdinand. 1973/1988. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan.
Verharr, J.W.M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
[1] Alwasilah, A.Chaedar. Linguistik Suatu
Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung, 1993.
[2] De Saussure, Ferdinand. Pengantar
Linguistik Umum. Terjemahan, 1973/1988.
[3] Chaer, Abdul. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
[4] Verharr, J.W.M. Asas-asas Linguistik
Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar